Perhentian Berikutnya di Takalasi, Barru

Setelah kepanasan dan tidak nyaman dalam bus (apalagi kanan, kiri, depan, belakang saya terus menerus merokok, membuat saya jadi mual) dari Toraja menuju Makassar, akhirnya bus berhenti untuk ketiga kalinya. Kali ini, bus berhenti di Takalasi, kabupaten Barru. Saat itu waktu menunjukkan pukul 2 siang, saya baru saja terbangun dari tidur saya yang kesekian setelah tertidur kembali dari Pare-Pare. Sesuai aturan main, memang bus harusnya berhenti satu kali lagi di ruas ini, terutama di Pare-Pare. Namun, bus tidak berhenti sama sekali padahal sudah saya tunggu-tunggu. Bus malah menurunkan sejumlah penumpang, tepat hingga ke halaman rumah mereka! (padahal, rumahnya berada di dalam gang dan bahkan hingga persis di tepi pantai!). Walaupun menunggu cukup lama (entah ada masalah atau pembicaraan apa), tidak ada yang turun untuk meregangkan tubuh atau menikmati pantai...hahaha...jelas saja, karena mayoritas penumpang bukan turis. Akhirnya saya sabar menunggu aktifitas ini sambil terkadang tertidur kembali dan terbangun lagi. Bapak di sebelah saya saja kurang mengetahui posisi kota dimana bus ini berada.
Akhirnya, bus yang berhenti memasuki sebuah kios tambal ban dan minuman ringan. Tampaknya roda ban bus memang kurang angin. Kegiatan mengisi angin ini digunakan oleh para awak bus untuk menurunkan penumpang di kios makanan. Kontan saja, para penumpang turun dan langsung menyerbu lemari minuman dingin dan toilet. Panasnya cuaca di Barru membuat minuman dingin laris menggoda. Memang, sekeliling kios ini tidak tampak banyak objek yang bisa diamati. Sepenglihatan saya, objek yang paling jelas justru tanah lapang yang kosong dan kering. Beberapa sapi pantat belang dan putih sedang merumput. Tidak ada pemandangan gunung atau bukit sama sekali. Sementara itu di sisi seberang kios tambal ban, rumah-rumah penduduk dengan arsitektur Bugis berderet. Jalanan di depan kios yang merupakan ruas utama Makassar – Toraja tampak sepi. Hanya sesekali kendaraan melintas.
Jalanan yang merupakan ruas utama jalan lintas negara di Sulawesi itu memang sedang dalam perbaikan. Kini, harusnya jalanan tersebut siap digunakan dengan lancar. Pada saat kunjungan, jalur yang sedianya berjumlah 4 untuk bolak-balik tersebut hanya berfungsi dua saja dengan dua lainnya ditinggikan dengan beton. Masih tampak beberapa ruas terpotong dalam pengerjaan dan kemudian melebar lagi menjadi 4 jalur. Ini sebabnya mengapa perjalanan Toraja – makassar bisa molor menjadi 10 jam. Terkadang, bus yang saya tumpangi harus mengalah dan menunggu giliran lewat karena adanya kendaraan lain dari arah depan.
Omong-omong tentang Barru, Barru adalah sebuah kabupaten yang terletak di utara Makassar, berhadapan langsung dengan Selat Makassar. Wilayahnya sendiri menempati bibir barat kakinya Pulau Sulawesi, memanjang ke selatan. Anda bisa menemukan Barru selepas keluar dari Kota Pare-Pare ke arah selatan. Kekhasan Barru adalah pulau-pulau kecil yang menyebar di sepanjang pantainya, rencana tata ruang kota yang baru dimana Barru akan dikembangkan menjadi kota niaga terpadu serta yang terakhir adalah komunitas Orang Belang. Pulau-pulau kecil di sepanjang pantai di Barru bisa dinikmati kala bus yang ditumpangi melewati jalur pinggir pantai. Beberapa diantara pulau-pulau tersebut terlalu kecil untuk disebut pulau, atau bahkan hanya onggokan karang saja. Kalau ada waktu berlebih, mungkin menyenangkan bermain di pantai di Barru. Soal Kota Niaga, saya banyak mendapat brosur pembangunan kota terpadu ini. Katanya, kota terpadu ini akan menjadi magnet baru di Sulawesi Selatan dalam hal investasi dan kemajuan sebuah wilayah. Rencana Tata Ruang yang saya terima sich berisi kompleks pemukiman modern, sekolah, wilayah industri, hiburan dan banyak lagi. Entah seperti apa bentuknya tapi yang jelas Kota Niaga ini masih menunggu kucuran dana para investor. Para investor dipersilahkan untuk menanamkan modalnya di wilayah Barru ini, begitu tulis brosur tersebut. Dan terakhir, soal komunitas Orang Belang, saya tidak mendapat banyak informasi tentangnya kecuali suku ini disebut suku To Balo dan uniknya, jumlahnya hanya 9 orang. Sayang, sekali lagi sayang, karena saya menggunakan bus umum dan mengejar Kota Makassar, saya tidak berkelana lebih jauh di Barru.

0 komentar:

Post a Comment