Sore-Sore Menghampiri Londa

Di utara Lemo dan Tilanga’, arah dari Makale menuju Rantepao, ada satu lagi tempat wisata loch. Tempat wisata ini sama terkenalnya dengan Lemo dan Ke’te’ Kesu’ yang akan kita kunjungi nanti. Londa, sangat terkenal akan kuburan gantungnya. Kalau anda berjalan dari Tilanga’ ke arah utara, tetap perhatikan papan petunjuk jalan yang mengisyaratkan Londa di sebelah kanan. Papan petunjuk tersebut bertuliskan Londa 1.8 KM yang artinya masih ada jarak 1.8 KM lagi antara Londa dengan jalan raya. Selain papan petunjuk biasa, ada pula papan reklame besar yang terbuat dari kayu dan dilukis dengan rupa-rupa kuburan gantung bertuliskan Londa. Papan tersebut sudah berumur dan sudah agak lapuk sehingga anda harus ekstra memperhatikan papan petunjuk jalan agar tidak melewatkan Londa. Jalan masuk Londa terhimpit diantara rumah penduduk dan tebing. Jalan masuk Londa menurut saya adalah yang terburuk diantara Lemo, Kambira, dan Tilanga’. Jalur gang yang hanya muat satu buah mobil tersebut benar-benar rusak hampir sejauh 1.8 KM. Jalanan menuju Londa agak meragukan. Anda akan melewati daerah yang mirip dengan hutan sebelum sampai ke Londa dan tidak ada papan petunjuk sama sekali. Anda harus benar-benar memperhatikan speedometer apakah jarak 1.8 KM sudah terlampaui atau belum, apabila anda tidak yakin untuk berjalan semakin dalam. Hari sudah sore ketika saya sampai di Londa, sudah sekitar pukul 4 sore. Gelapnya rerimbunan pohon membuat suasana semakin gelap di jalan yang saya lalui. Tapi, di sisi lain, pemandangan dari ketinggian Tana Toraja paling indah menurut saya dari sisi Londa.
Tempat wisata Londa terkenal akan Erong gantungnya. Erong adalah kubur batu tempat menyimpan jenazah yang umumnya diletakkan tergantung dengan dialasi tonggak-tonggak kayu. Hal ini agak berbeda dengan Lemo dimana jenazah dimasukkan utuh ke dalam lubang-lubang di dinding batu. Nah, keunikan Londa lainnya adalah salah satu tempat wisata di Tana Toraja (Londa sudah masuk wilayah kabupaten Tana Toraja Utara) yang cukup lengkap dari segi atraksi wisata. Londa memiliki kuburan gantung, Tongkonan, gua tempat menyimpan tengkorak dan banyak lagi.
Pintu masuk Londa ditandai dengan dua buah Tongkonan berdiri di atas sebuah gerbang batu. Di tepi gerbang batu inilah sebuah loket penjualan karcis berada. Harga tiket masuk sama seperti tempat wisata lainnya, Rp. 5.000 untuk wisatawan lokal. Keunikan Londa pertama langsung tampak di tempat ini. Ada dua ekor kerbau, yang seekor kerbau hitam dan satunya lagi kerbau bule sedang dicocok hidungnya di tempat ini. Entah untuk keperluan apa, mungkin untuk upacara Rambu Tuka barangkali yach? Terlihat, gerombolan jemaat Gereja Toraja Jemaat Londa Klasis Kesu’ Malenong sedang bubaran dari gereja. Ternyata, di balik jalanan yang rusak tadi, ada gereja yang berada di dalam tempat wisata Londa. Tampaknya mereka baru saja melakukan upacara.
Perjalanan saya lanjutkan ke sebuah gerbang unik khas Toraja lengkap dengan ukir-ukiran memenuhi permukaan gerbang. Selepas gerbang, anda akan disambut oleh sejumlah pria yang menjaga beberapa lentera guna menawarkan jasanya. Mereka menawarkan diri untuk menjadi guide memasuki gua. Biayanya sendiri bervariasi dan tergantung kerelaan, namun umumnya biaya Rp. 10.000-Rp. 20.000 sudah menjadi standard di tempat ini. Saya sendiri karena memang nggak berniat menggunakan jasa mereka, terus saja berjalan dengan cuek walau diikuti terus. Padahal saya sudah bilang berkali-kali bahwa saya tidak berniat memasuki goa. Terus saja mereka memepet terus. Mereka baru pergi ketika saya tidak meladeni mereka lagi. Untuk anda yang bingung apakah sebaiknya menggunakan jasa lentera atau tidak, sebaiknya dipikirkan apakah anda akan masuk goa atau tidak. Kalau anda tidak berniat masuk goa sama sekali, tidak apa-apa tidak usah meminjam lentera. Wilayah jelajah di Londa masih bisa disusuri tanpa adanya lentera. Dari pintu gerbang, anda akan melewati sebuah kolam sedang dimana di pinggirnya terdapat kuburan gantung dan goa yang dimaksud.
Agak berbeda dengan Tau-Tau yang ada di Lemo. Tau-Tau yang ada di Londa lebih realistis dan berwujud manusia. Anda bisa melihat deretan kakek dan nenek buatan sedang duduk bersantai di atas balkon sambil mengenakan pakaian semasa mereka hidup. Beberapa diantaranya bahkan mengenakan topi lebar, selendang, dan aneka atribut komplit. Inilah deretan Tau-Tau para leluhur yang konon katanya mereka mengawasi dan menjaga para keturunannya yang masih hidup. Nah, di atas balkon ini, terdapat beberapa Erong yang disangga dengan tiang-tiang maupun digantung di atas dinding batu. Erong-Erong ini ada yang masih utuh dan masih dalam kondisi baik namun ada juga yang hancur dan memperlihatkan isinya : kerangka. Posisi Erong ini agak tersembunyi di bawah kanopi dinding batu dan terlindungi dari siraman langsung air hujan. Erong sendiri berbahan dasar batu namun dengan tutup yang menakjubkan, memiliki sejenis bentuk (model sapi untuk jenazah laki-laki dan model babi untuk jenazah perempuan) dan sejumlah ukiran di beberapa bagian atau sekujur bagian. Beberapa Erong yang hancur bahkan ada yang sampai berguling ke tanah dan memperlihatkan isi yang kosong. Sementara itu, beberapa Erong yang masih baru tersimpan di bawah naungan kanopi bebatuan. Erong-Erong tersebut ditutupi kain sejenis brokat dan masih terdapat sejumlah gelas air mineral di atasnya.
Kalau sudah puas dengan Erong, anda bisa meneruskan perjalanan ke ujung, dimana terdapat mulut goa yang menyajikan aneka kerangka manusia di dalamnya. Berhubung saya tidak memasuki goa, saya melanjutkan perjalanan dengan melintasi pinggiran danau dan naik tangga menuju atas Londa. Dari ketinggian dan rerimbunan pohon, saya bisa melihat Londa dari ketinggian, termasuk kolam di bawahnya. Wilayah ini agak gelap dan berkesan menyeramkan, terutama berkat rimbunnya pohon dan jarangnya orang melintas hingga ke atas sini. Hanya ada sebuah toko souvenir Toraja disini dan itu pun hanya menjual miniatur Tau-Tau kecil nenek dan kakek. Komplitlah sudah suasana remang-remang di tempat ini. Walau demikian, tak berapa jauh dari toko ini, ada jalan terus menuju ke atas yang ternyata adalah jalan memutar menuju ke Gereja Toraja Jemaat Londa. Di seputaran gereja, terdapat beberapa toko souvenir yang lebih ramai dan menjual aneka pernak-pernik khas Toraja mulai dari kain, kaos, ukir-ukiran, aksesoris hingga Tau-Tau dan topeng-topengan. Kalau soal kelengkapan, Lemo tetap juaranya. Toko di Londa tidak sebanyak di Lemo. Demikian pula dengan warung kecilnya yang sudah mau tutup pada saat kunjungan. Untung saya masih bisa mendapatkan minuman dan makanan ringan di warung kecil tersebut.
Walaupun agak masuk ke dalam, namun Londa adalah objek wisata yang cukup ramai. Pengunjung di tempat ini jauh lebih banyak dibandingkan objek-objek lainnya. Terlebih dengan adanya gereja kali yach? Londa terasa lebih ‘hidup’ dibanding objek lainnya yang sepi. Ada satu operator selular yang bahkan membuatkan papan reklame khusus objek wisata Londa. Mungkin ini menegaskan bahwa Londa adalah objek wisata yang patut dikunjungi? Anda bisa mencantumkan Londa dalam daftar kunjungan anda kalau berwisata ke Toraja dan rasakan Londa yang sesungguhnya.

0 komentar:

Post a Comment