Selamat Datang Di Kota Mamasa

Mamasa yang saya lihat pagi itu adalah sebuah kota kecil yang dikelilingi pegunungan yang tertutup kabut tebal. Indah sekaligus berkesan mistis. Memang, dibandingkan dengan saudaranya, Toraja, Mamasa lebih jarang terekspos dan terkesan lebih ‘pedalaman’. Nggak heran, akses jalan yang rumit dan sukar membuat perjalanan ke Mamasa terkesan kurang ‘menarik’untuk dijadikan objek wisata tujuan. Akibat dari hal ini, tidak banyak yang diketahui tentang Mamasa. Pembangunan pun lambat merasuk ke tempat ini. Kurang beruntungnya Mamasa, Toraja sudah lebih dahulu terkenal puluhan tahun jauh sebelum Mamasa mulai dikenal. Itu sebabnya istilah ‘Toraja Barat’ melekat pada Mamasa. Ya, Mamasa harus memupuk citra terlebih dahulu sebelum akhirnya terkenal seperti Toraja.

Kenapa sich kedua tempat ini sering sekali disebut berbarengan? Sederhana saja, kedua kebudayaan ini kerap kali disebut sebagai kebudayaan kembar. Satu di sebelah barat dan satunya lagi di sebelah timur. Mereka berdua memiliki kebudayaan yang hampir mirip. Mereka berdua memiliki seni ukiran rumah yang sama, teknik penguburan mayat yang serupa, pakaian adat yang sama, dan bahasa yang sama. Perbedaan Mamasa dan Toraja baru tampak apabila kita memperhatikan sejumlah detail. Perbedaan tersebut antara lain : Tongkonan di Toraja tidak populer di Mamasa. Walaupun di Mamasa terdapat Tongkonan, namun Mamasa mengenal rumah adat yang disebut dengan Banua, baik Banua Layuk, Banua Sura, Banua Longkarrin, Banua Bolong, atau Banua Rapa. Secara fisik, Banua dan Tongkonan sudah berbeda. Tongkonan beratap melengkung, sementara Banua lebih landai. Walaupun ukiran-ukiran yang terdapat di sekujur rumah adat mereka berdua sama, namun terdapat perbedaan mendasar. Pada hiasan pada pucuk atap, orang Toraja menggunakan ayam jantan yang berdiri di atas matahari. Pada kebudayaan Mamasa, mereka mengenal pohon kehidupan dan tedong atau kerbau. Walaupun mereka memiliki bahasa yang sama, namun dalam beberapa bagian, bahasa mereka berbeda. Orang Toraja tidak bisa 100% memahami bahasa Mamasa begitu juga sebaliknya. Pada sisi kebudayaan pun, upacara adat Rambu Solo dan Rambu Tuka khas Toraja juga hadir di Mamasa namun dalam bentuk yang lebih sederhana. Inilah Mamasa dengan segala keunikan budaya dan kecantikan alamnya.
Saya memulai perjalanan pagi itu dengan berputar-putar di pusat kota yang memang berukuran tidak terlalu besar. Saya mengawali ke-Mamasa-an saya dengan melihat arsitektur Banua Sura yang diterapkan untuk beberapa bangunan modern di pusat kota serta beberapa gereja tua. Banua Sura, secara harafiah berarti rumah ukir. Dari semua jenis rumah di Mamasa, Banua Sura adalah rumah yang paling indah. Kota Mamasa yang tidak berukuran besar tersebut sudah memiliki banyak sarana pendukung yang cukup komplit. Hampir semua pusat kegiatan masyarakat yang umum kita jumpai di perkotaan, ada di Mamasa. Sebut saja toko kelontong, salon, toko otomotif, gereja, masjid, sekolah, pasar, travel agent, restoran umum, balai pertemuan, rumah sakit kelas C, kantor pemerintahan, ada semua di Mamasa. Mayoritas penduduk Mamasa beragama Kristen. Maka dari itu, jangan heran kalau anda melihat banyak sekali gereja di berbagai tempat, baik yang cantik maupun sekedar kotak biasa saja. Pusat kota ini berada di lapangan besar yang tepat berada di tengah kota. Lapangan ini selalu menjadi pusat aktifitas masyarakat seperti bermain bola, upacara, dan berkumpul. Sungai Mamasa yang lebar dan berarus deras mengalir membelah kota ini. Kota Mamasa adalah kota resort yang cantik. Tempat yang sangat tepat sekali untuk beristirahat dan menarik diri dari rutinitas kota. Pacu kehidupan anda akan melambat sama sekali di tempat ini. Bisa jadi, anda pun akan kesulitan dihubungi disini lantaran sinyal ponsel yang agak terbatas.

8 komentar:

  1. wahh terus terang jadi pengen berkunjung ke sini :D

    ReplyDelete
  2. niat ke sulawesi tapi masih belum ada duitnya.. mungkin paling cepet ke makassar dulu kali ya, secara yang paling deket sama surabaya. hehe

    ReplyDelete
  3. @Brad : This is one of my dream destinations in Indonesia :D Saya suka dengan kesederhanaan dan ketidakkomersilan Mamasa. Udaranya sejuk, laju masyarakatnya nyantai, wah...favorit deh :)

    @Tri : Wah, sayang bener kalau ke Sulawesi cuma ke Makassar-nya ajah. Dari Makassar, Sulawesi sudah terbuka lebar untukmu loh! hehehe

    ReplyDelete
  4. Kata papa saya : Memang kota mamasa adalah kota yang indah dan sejuk. Masih ditemui rumah-rumah adat yang masih orisonil. Warganya masih bergotong-royong dalam melaksanakan acara rambu tuka'dan rambu solo. Saya sudah pernah ke mamasa, waktu itu saya berumur 4 thn.

    ReplyDelete
  5. Kata papa saya, memang kota mamasa adalah kota yang sejuk dan indah. Warganya masih bergotong-royong. Aku pernah pergi ke sana tetapi umurku waktu itu baru 4 thn. Budaya di sana masih sangat terjaga. I love mamasa.

    ReplyDelete
  6. Hai Priska!

    Wah, waktu 4 tahun mungkin belum terlalu terasa kali yah? hihihihi. masi belum terlalu inget apa apa kali ya ^^ ayo pergi lagi, rasakan Mamasa yang cantik untuk kesekian kalinya ^^

    ReplyDelete
  7. Jalannya itu yang rusak parah!

    ReplyDelete
  8. Keren kak isi web-nya.. bermanfaat.
    Ini ke mamasa-nya lewat jalur tengah ya? dr toraja?
    Atau dari mamuju?

    ReplyDelete