Kisah Menempuh Perjalanan Ke Bandara Hasanuddin

Akhirnya! Saat pulang pun tiba. Bodohnya saya, tidak memperhitungkan waktu perjalanan pulang dari pusat kota hingga ke Bandara Hasanuddin, di perbatasan kota. Awalnya, saya pikir lokasi bandara bisa ditempuh dalam waktu satu jam. Namun, melihat pete-pete yang ngetem dan tidak maju-maju, saya baru menyadari, saya salah menghitung waktu. Yang bikin kesel, ngetemnya pete-pete ini nggak cuma sekali tapi berkali-kali. Kadang-kadang, ngetemnya ini benar-benar berhenti sama sekali demi memenuhi kendaraan yang, sebenarnya, sudah hampir penuh juga. Aneh dan menyebalkan.
Saya baru menyelesaikan makan malam saya pada pukul 6 lewat. Andry yang baik hati mengantarkan saya hingga ke terminal MTC. Dari terminal, saya naik pete-pete arah Daya. Mulailah perjalanan panjang (dan mengesalkan) menuju Bandara Hasanuddin. Seperti yang tadi sudah saya bilang, pete-pete melakukan ngetem berkali-kali. Jarak normal saja, dari pusat kota menuju Bandara bisa mencapai satu jam perjalanan. Saya baru tiba di MTC jam setengah tujuh. Entah apakah saya bisa mencapai bandara pada pukul sebelum delapan, sebelum pesawat saya berangkat. bodohnya, saya masih memberikan pete-pete kesempatan. Selain karena kebetulan uang saya habis, tampaknya dalam keadaan tersebut, cara ini adalah cara yang paling terpikir oleh saya yang panik kala itu. Dalam perjalanan, pete-pete berhenti cukup lama (hampir setengah jam!) di sekitar flyover. Rasanya saya ingin mencekik leher supir yang dengan santainya merokok tersebut. Saya masih menunggu dengan geram dan tidak sabar sampai kemudian supir tersebut berjalan dengan santai lagi. Koq nggak sampai-sampai yach? Dari wilayah kota yang terang sampai daerah pinggir yang mulai agak gelap sudah saya lalui, kenapa bandara nggak sampai-sampai juga? Rasa-rasanya, jalan ini panjang sekali. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam lewat. Mau nangis rasanya!
Akhirnya, di wilayah sekitar Panaikang, saya nekad turun. Saya bayar pete-pete Rp. 3.000 dan langsung menghampiri beberapa tukang ojek yang sedang santai mangkal di tempat tersebut. Buru-buru dan penuh nafsu, saya mendekati bapak-bapak tersebut dan menyebutkan “Bandara”. Bapak tersebut menyebutkan harga “Rp. 30.000” dengan santai. Dengan sigap, saya mengiyakan dan berkata pada bapak tersebut untuk ngebut. Bapak ojek tersebut langsung kayak kebakaran jenggot. Bangun, mengambil helm dan menyerahkan helmnya ke saya dan kemudian ngebut sengebut-ngebutnya. Busyet, sudah naik motor dan ngebut saja, perjalanan masih panjang ternyata.Benar-benar jauh jaraknya bandara di Makassar dari pusat kota. Untungnya, saya tiba di bandara pada pukul 19.28, setengah jam sebelum keberangkatan. Harusnya, pada situasi normal, saya sudah tidak diijinkan check in karena batas akhir biasanya 45 menit sebelum take off. Saya buru-buru membayar (untungnya, di dompet saya masih ada uang Rp. 30.000 dan lebih Rp. 50.000 untuk pajak bandara dan ongkos pulang) dan lari masuk ke bandara. Sampai di dalam pelataran check in, saya sudah kayak orang gila lari-lari nggak jelas mencari counter check in pesawat saya. Untungnya, Tuhan masih mendengar doa saya. Seperti biasa, counter check in terlambat ditutup lantaran masih melayani banyak orang yang check in. Fiuhhhhh....Eh iya, jangan lupa membayar pajak bandara sebesar Rp. 30.000 yach ketika check in.
Setelah berhasil melakukan check in, waktu yang saya miliki hanya setengah jam untuk bisa menikmati keindahan arsitektur Bandara Hasanuddin yang baru. Bangunan yang mengadopsi bentuk Kapal Phinisi tersebut bagian dalamnya bercorak mozaik hitam dan putih. Anehnya, tulisan dan banner Selamat Datang di Sulawesi Selatan justru baru saya temukan di tempat ini. Pada saat kedatangan, saya tidak menemukan tulisan tersebut. Salah desain tampaknya...haha...sebuah miniatur kapal Phinisi tampak di tengah ruangan besar ini namun saya tidak memiliki banyak waktu untuk melakukan foto-foto karena waktu yang sangat terbatas. Menariknya, bandara ini cukup modern dengan memiliki sejumlah ruang tunggu penumpang dan eskalator horisontal yang mampu membuat saya bergerak lebih cepat dari satu ruang tunggu ke ruang tunggu lain. Sayang, karena waktu terbatas, saya tidak menikmati foto-foto terakhir saya di bandara ini. Yuk, mari kita masuk ruang tunggu dan membiarkan derasnya laju adrenalin saya mereda. Sampai Jumpa Sulawesi Selatan, jumpa kali lain!

3 komentar:

  1. ditunggu seri petualangan berikutnya :)

    ReplyDelete
  2. hehehe...segera muncul koq hari ini...kekeke :D

    ReplyDelete
  3. makasih banyak telah menampilkan indahnya indonesia....

    ReplyDelete