Buntu Kabbobong Si Gunung Nona

Lagu daerah Naik-Naik Ke Gunung Nona memang berasal dari Maluku. Gunung Nona pun ada di Maluku sana. Tapi tahukah anda, ada sebuah Gunung Nona juga yang terdapat di Sulawesi Selatan? Anda akan menjumpai Gunung Nona ini dalam perjalanan dari Makassar menuju Tana Toraja, tepatnya di Kabupaten Enrekang wilayah Tanete atau Puncak. Ada alasan tersendiri juga mengapa Gunung ini sampai disebut Gunung Nona. Yuk, kita saksikan gunung ini.
Dalam perjalanan dari Tana Toraja ke Makassar ataupun sebaliknya, biasanya anda akan berhenti sebanyak dua kali. Salah satu pemberhentian bus yang paling umum adalah Taman Nasional Bamba Puang yang berada di Kabupaten Enrekang. Taman Nasional Bamba Puang ini memiliki satu fitur alam yang dijadikan objek wisata utama, apalagi kalau bukan Gunung Nona yang sedari tadi kita bicarakan ini? Gunung Nona yang bernama asli Buntu Kabbobong ini adalah gunung bebatuan cadas yang agak tandus sehingga penampilan fisiknya agak botak. Pepohonan dan semak hanya sedikit tumbuh di lereng gunung tersebut. Sedikitnya hijau-hijauan di gunung ini bukan karena pembalakan liar atau gunung ini masih aktif sehingga kerap memuntahkan lahar. Tipe tanah di gunung ini yang memang tidak terlalu memungkinkan tanaman aktif tumbuh. Sebenarnya, daripada gunung, Gunung Nona ini lebih cocok disebut bukit. Nah, kenapa sampai diberi nama Gunung Nona? Tentu ada alasannya. Kalau di Maluku, Gunung Nona digelari akibat bentuk gunungnya ini yang (maaf) mirip susunya nona. Begitu kurang lebih asal usul julukan Gunung Nona di Maluku. Sementara itu, Gunung Nona di Enrekang, mendapat julukan ini karena bentuk fisiknya yang mirip sekali dengan (maaf) alat kelamin perempuan. Struktur perbukitan di sekitarnya yang berundak-undak naik turun turut membentuk khayalan imajinatif tersebut. Kalau anda coba mengamati, anda akan menemukan satu titik pengamatan dimana bentuk gunung ini mirip sekali dengan (maaf) alat kelamin perempuan. Titik pengamatan ini bahkan sudah cukup terawat dengan terbangunnya gapura objek wisata “Selamat Datang Di Objek Wisata Gunung Nona”. Entah siapa yang pertama kali mengusulkan julukan untuk gunung ini. Namun kalau saya boleh bilang, daya fantasi orang tersebut pastinya luar biasa sehingga bisa mengaitkan bentuk gunung tersebut sehingga sampai mendapat julukan Gunung Nona.
Harusnya, karena masuk dalam wilayah Taman Nasional Bamba Puang, Buntu Kabbobong tidak dihuni manusia sama sekali. Ini terbukti dengan gelapnya sama sekali gunung ini pada malam hari. Wah, saya nggak tahu dech kalau kebetulan memang ada manusia yang tinggal di gunung ini namun tidak menyalakan cahaya sama sekali. Yang jelas, gunungnya benar-benar gelap pada malam hari. Namun, kehidupan justru terdapat di jalur Pare-Pare – Tana Toraja yang kita lalui ini. Bus-bus antar kota melintasi jalur ini menghidupkan perekonomian masyarakat di sekelilingnya. Rumah makan dan toko oleh-oleh tumbuh cukup subur di tempat ini. Akibatnya jelas, desa-desa kecil yang berada di sepanjang jalur juga menjadi hidup. Kami sendiri berhenti di salah satu rumah makan yang berada di wilayah Puncak, namun sayangnya titik perhentian ini tidak persis berada di depan Buntu Kabbobong tersebut. Jadi, saya hanya melihat ‘bentuk imajinatif’ tersebut seperlintasan bus saja. Alhasil, saya hanya berhasil mendapat foto-foto gunung ini dari kejauhan dengan sedikit terhalang pepohonan cemara dan pinus saja. Kalau anda yang kebetulan beruntung berada di titik pengamatan persis di depan gunung ini, anda bisa menikmati makanan ringan sambil ngopi di tengah suhu sejuk pegunungan ini. Kalau kebetulan anda tiba di Gunung Nona pada dini hari, siap-siap menggigil kedinginan dech. Suhu di tengah gunung lumayan dingin dan terkadang bisa sampai berkabut. Buat anda yang menyewa kendaraan, lebih bagus lagi, minta dech sama pak supir untuk berhenti di objek wisata Gunung Nona ini. Silahkan anda cari, dimana bentuk yang menegaskan julukan Gunung Nona kepada Buntu Kabbobong ini. Selamat mencari! :)

2 komentar:

  1. Ini mahhhh kampung aku..., jadi kangen...!!!!!!

    ReplyDelete
  2. orang Enrekang, toh? baru saya kemaren berkunjung ke Tanete, die :D

    ReplyDelete