Selamat Datang Di Tanjung Bira

Dijamin, anda pasti nggak akan pernah mendengar nama Pantai Paloppalakaya. Nama ini memang sama sekali nggak populer di kalangan turis. Jangankan tahu, begitu mendengar namanya, pasti orang akan meminta untuk menyebutkannya sekali lagi tanpa keseleo lidah. Kebalikannya, kalau nama Paloppalakaya diganti dengan Tanjung Bira, beberapa orang disini pasti pernah mendengarnya. Maklum, nggak semuanya orang tahu pantai ini karena ketenarannya masih kalah dibanding objek-objek wisata lain yang telah terlanjur mendunia. Nama Tanjung Bira mencuat dalam beberapa tahun terakhir ini lantaran digembar-gemborkan sebagai “Bali Kedua” atau sejenisnya. Padahal, tidak usah mengusung sebutan seperti itupun, pantai ini tetap memiliki nilai jual loch. Mari, kita sibak keindahannya!
Terletak di tenggara Bulukumba sejauh 40 kilometer jauhnya, Tanjung Bira hanya bisa dicapai dengan kijang dari Makassar yang melintasi Bulukumba atau dengan pete-pete yang melayani rute Bulukumba – Tanjung Bira. Kalau dari Watampone, anda bisa naik bus umum yang melewati Sinjai, menuju Bulukumba. Alternatif lain, anda bisa menggunakan ferry dari Kabaena, Sulawesi Tenggara menuju Tanjung Bira lewat wilayah perairan Teluk Bone. Apa sich yang sangat istimewa dari Tanjung Bira sampai saya rela berlama-lama di jalan berjam-jam lamanya, terdampar dan ngangkot dan nyambung berkali-kali? Kalau nggak ada yang sangat-sangat spesial, harusnya nggak segitunya banget sampai dikejar donk?

Tanjung Bira yang kadang sering disebut “Bali Kedua” atau “Balinya Sulawesi” ini memang memiliki keistimewaan dari pasir putih yang dimilikinya dan jenis pasirnya. Jelas, daya tarik utama pantai ini adalah pasir putihnya yang tersohor hingga kemana-mana. Pasir putihnya menjadikan saya tertarik untuk mengejar pantai ini. Ditambah dengan jenis pasirnya yang unik, mirip seperti tepung membuat kunjungan ke pantai ini sesuatu yang nampaknya wajib dilakukan sesampainya anda di Sulawesi Selatan. Saya belum pernah melihat pasir sejenis ini di tempat lain. Soal pasir putih, pasir yang dimiliki pantai ini memang berwarna putih agak krem sedikit. Untuk kategori ini, pasir ini sudah sangat layak dimasukkan dalam kategori Pasir Putih. Entah yach nama Bali Kedua tersebut cocok atau tidak, namun saya belum pernah melihat pasir seperti ini di Pulau Bali. Pasir di Tanjung Bira putih dan unik, malah mungkin tiada duanya. Pada bulan-bulan tertentu, anda bisa melihat pasir ini melimpah ruah di pantai. Tapi pada bulan-bulan lainnya, secara unik anda tidak akan bertemu pasir ini. Pantainya seakan kosong tanpa pasir! Unik yach? Masih sehubungan dengan putih, pantai ini masih belum (terlalu) tercemar. Seperti biasa, kunjungan wisatawan sedikit banyak turut mengundang pemasukan sampah bagi wilayah ini. Memang, saya masih melihat sejumlah sampah bertebaran di pantai, sisa dari wisatawan yang berkunjung. Namun, sampah yang sedikit tersebut tidak terlalu menganggu keindahan total pantai ini. Secara keseluruhan, pantai ini bisa dikatakan bersih. 9,5 dari 10 layak diberikan untuk soal kebersihan. Saking bersihnya, saya sampai menjumpai aneka hewan aneh-aneh dan ajaib di seputaran pantai. Entah hewan apa yang menghasilkan ini namun saya banyak sekali menjumpai bentuk-bentuk seperti (maaf) tahi yang terbuat dari pasir, berbentuk gundukan kecil dan menyebar di seluruh areal pantai. Begitu bentuk tersebut dihancurkan, tidak ada isi apapun di dalam benda tersebut, hanya pasir saja. Selain bentuk (maaf) tahi tersebut, saya pun menjumpai benda-benda bulat sejenis lendir (yang saya yakin bukan ubur-ubur), bulu babi dan bintang laut berukuran yang cukup besar. Ajaib! Bahkan, saking ajaibnya saya sampai takut sendiri melihat hewan-hewan ajaib yang terseret ombak laut hingga ke pantai ini. Terlalu eksotis sampai saya nggak yakin, amankah habitat mereka bersentuhan dengan manusia? Bulu babi sich jelas, durinya mengandung racun, namun bagaimana dengan hewan lendir dan hewan eksotis lainnya? Sebaiknya saya berhati-hati melangkah disini.
Sore itu, Pantai Tanjung Bira dipenuhi oleh banyak sekali perahu yang ditambatkan bukan di atas pasir namun jauh di lereng pasir antara pinggir pantai dengan wilayah transisi sebelum karang. Mungkin agak aneh kalau dibayangkan yah, pantai tempat wisatawan bermain-main bercampur dengan kapal yang saya duga sich bukan kapal wisata namun kapal niaga. Namun inilah kenyataannya, kapal-kapal tersebut ditambatkan dengan jangkar dan berserakan di antara pasir dan air laut. Mungkin pemiliknya sudah selesai menggunakan atau justru malah baru akan menggunakannya nanti malam. Beberapa perahu memang baru tampak merapat di tepi pantai. Perahu motor tersebut berasal dari Pulau Lihukan atau Pulau Betang. Pulau Betang yang berada persis di seberang Tanjung Bira lebih dikenal dengan nama Pulau Kambing. Pulau Kambing juga menjadi tujuan wisata di Semenanjung Bira ini karena pasirnya putih dan pantai yang bagus. Namun bagi saya, Tanjung Bira sudah cukup bagus karena itu saya tidak berminat melanjutkan penyebrangan ke Pulau Lihukan atau Pulau Betang. Penyebrangan ke kedua pulau ini juga tidak setiap saat tersedia. Kerasnya ombak Laut Flores pada musim tertentu terkadang membahayakan pelayaran. Selain itu, tidak ada penyebrangan lagi selepas matahari terbenam. Apabila anda berombongan, maka menyewa satu perahu mungkin tidak terlalu menjadi masalah karena bisa urunan biaya. Namun apabila anda sendiri atau bersedikit, saran saya adalah mengikuti jadwal penyebrangan kelompok turis lain yang sama-sama berjumlah sedikit agar total biaya bisa menjadi murah. Apabila bersedikit, tarif penyebrangan bisa menjadi lebih mahal. Sayang jadinya.
Banyak tempat di sisi Tanjung Bira yang dipergunakan warga sekitar untuk berjualan kerang, menyewakan ban, menyewakan perahu, dan berjualan aksesoris dan makanan. Sore itu, yang masih cukup banyak berdiam di pantai ialah penjual kerang aneka rupa dengan fisik utuh alami maupun campuran yang sudah dimodifikasi dan sudah melalui proses kreatifitas. Beberapa kerang ukuran kecil yang dibentuk menjadi semacam boneka pastinya sudah cukup sering anda lihat. Oleh-oleh macam ini menjadi biasa saja. Namun pernahkah anda melihat Triton, Kima, Kerang Mutiara berukuran besar? Aneka kerang dengan bentuk eksotis (beberapa bahkan ada yang mirip dengan daun telinga manusia) dipajang di tempat ini dengan mempertahankan bentuk asal. Harganya sudah barang tentu mahal sebab kerang besar jenis ini agak susah untuk ditemukan bebas. Deretan pantai yang agak jauh menawarkan peminjaman baju renang, kacamata dan ban renang untuk digunakan di pantai baik renang atau snorkeling. Beberapa spot di tempat ini juga populer sebagai tempat menyelam loch. Sayang, entah karena kurang ramai atau sudah terlalu sore, tempat-tempat ini sudah tutup, hanya penjual kerang dan makanan ringan yang masih buka di tempat ini.
Objek wisata yang disajikan bukan hanya bentang pantai saja. Tepat sebelum Tanjung Bira, anda akan melihat sebuah bukit hijau dan rimbun penuh dengan pepohonan di sisi kanan jalan, Itulah Pua Janggo, bukit kecil yang bisa dikunjungi masyarakat kalau ingin berekreasi. Tersedia jalanan hiking bagi yang berminat menjelajahi Pua Janggo ini. Goa Monyet menjadi salah satu objek wisata yang terkenal di tempat ini. Walaupun bukit, jangan berharap kedua tempat ini dingin yah. Bukit yang tidak terlalu tinggi ini juga memiliki iklim cuaca yang sama dengan Tanjung Bira. Sama-sama iklim pantai. Papan penanda objek wisata ini cukup jelas di ruas Bulukumba – Tajung Bira. Anda cukup mengamati di sebelah kanan jalan, disitu ada tulisan objek wisata yang disajikan kalau anda memasuki daerah hiking tersebut. Sayang, karena sudah terlampau sore dan besok waktu saya terbatas, saya tidak sampai melakukan penjelajahan Pua Janggo dan objek-objek wisata di dalamnya. Terlebih saya sendirian pula. Sebaiknya sich tetap menggandeng teman untuk berpetualang, hiking mendaki Pua Janggo.
Inilah Tanjung Bira yang terletak di semenanjung paling Tenggara di Sulawesi Selatan. Kecantikan alamnya boleh banget anda sambangi. Bisa jadi, ini salah satu pantai terindah (dan terbersih) yang akan pernah anda lihat. Sayangnya, Tanjung Bira terlalu jauh dari kota (walaupun sedikit banyak, saya harus bersyukur juga karenanya). Jauhnya Tanjung Bira membuat akses menjadi sedemikian sulit dan lama. Sementara itu, jauhnya Tanjung Bira berimbas pada masih terjaga asrinya alam di sekitar. Mungkin-mungkin saja untuk pulang-pergi satu hari menyambangi Tanjung Bira dan kembali ke Makassar di sore hari. Anda harus pergi pagi-pagi sekali dan pulang paling lambat pukul 3, setelah semua kijang tidak beroperasi. Tentu, aturan ini tidak berlaku kalau anda membawa kendaraan sendiri. Julukan Bali Kedua tentu saja saya rasakan tidak tepat diberikan untuk Tanjung Bira. Selain memiliki keunikan tersendiri, Tanjung Bira tidak menawarkan hiburan malam hari. Hanya senyap dan gelap yang ada di Tanjung Bira. Anda salah besar kalau mendambakan kehidupan Legian atau Kuta pada malam hari di Tanjung Bira. Inilah sebabnya, banyak wisatawan yang hanya mengunjungi pantai ini dalam satu hari perjalanan saja, tanpa menginap. Saya sendiri melihat, kebanyakan wisatawan yang menginap justru adalah turis asing, baik berombongan kecil maupun besar. Jarang turis lokal yang menginap. Jadi, Harap dipastikan Tanjung Bira dimasukkan dalam daftar rute anda di Sulawesi Selatan. Menginap atau tidak, silahkan dipikirkan bagaimana baiknya. Yang jelas, matahari, pasir dan air menunggu anda.

4 komentar:

  1. Luar biasa, tulisan dan foto2 anda sangat menarik. Maafkan dan izinkan saya memuat ulangnya ke blog saya dgn alamat http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/2010/12/selamat-datang-di-tanjung-bira.html, trims

    ReplyDelete
  2. Salam Luar Biasa juga Pak!

    Sukses untuk anda dan terima kasih atas pemuatan ulang tulisan saya :)

    ReplyDelete
  3. Salam kenal.
    Nice Blog
    trims atas cerita2nya ya.

    ReplyDelete
  4. terima kasih sudah datang berkunjung pula ^^, Ciqu dari Bulukumba?

    ReplyDelete