Melintasi Jalan Pos Kota, masuk ke depan lapangan Stadhuis, melewati Kantor Pos Indonesia dan Café Batavia (Konon merupakan gedung tertua setelah Gedung Stadhuis) menuju Jalan Pintu Besar, anda akan menjumpai satu buah museum lagi dengan jalanan di depannya sudah berubah menjadi sebuah trotoar. Dahulu, jalan Pintu Besar masih dapat dilalui oleh kendaraan yang akan menuju Kali Besar Timur 3. Seiring dengan usaha Pemda DKI Jakarta untuk merevitalisasi Oud Batavia, maka Jalan Pintu Besar ditutup guna dijadikan Trotoar. Kini, kendaraan yang melintas menuju Kali Besar 3 harus melewati Jalan Bank masuk ke Kali Besar Timur dan keluar dari Kali Besar Timur 3.
Saat kami mengunjungi museum ini, tampak persiapan tenda untuk suatu acara sedang dibangun di depan Museum ini. Museum Wayang, berbeda dengan gedung-gedung lainnya yang merupakan penopang pemerintahan jaman Hindia Belanda dahulu, adalah sebuah gereja (De Oude Hollandsche Kerk). Gereja tua tersebut didirikan pada tahun 1640. namun gedung yang dijadikan Musuem Wayang tersebut baru dibangun pada awal abad ke 20.
Sesuai dengan namanya, Museum ini menyimpan koleksi wayang, tak hanya dari penjuru nusantara namun juga hingga mancanegara. Beberapa koleksi yang dapat dinikmati disini adalah koleksi wayang-wayang kulit, wayang golek hingga wayang dari China, Boneka Rusia, Marionette, Guignol (Puppet Show dengan gerakan tangan), Topeng-topeng tokoh pewayangan, Wayang Intan (Wayang dengan hiasan Batu Intan asli), Unyil dan kawan-kawan, Boneka India, dan Boneka dari Eropa lainnya. Sekilas, memang beberapa boneka tersebut terlihat menyeramkan, terlebih ada beberapa boneka yang mewakili karakter antagonis seperti kerangka dan sakratul maut. Boneka dan wayang bermuka datar dan besar juga memicu perasaan ini. Terlebih suasana (lagi-lagi) suram yang ditimbulkan akibat pencahayaan yang kurang baik menjadikan atmosfer yang dihasilkan tidak begitu menarik minat orang untuk datang kembali sendiri atau berdua saja.
Pertunjukkan besar yang diadakan sewaktu kami berada disini adalah pertunjukkan wayang kulit khas Betawi (walaupun gambang dan gamelan yang digunakan serta pakaian adat orang-orangnya melukiskan bahwa mereka dari suatu sdaerah di jawa tengah). Bunyi gamelan yang bertalu-talu membawa kami semua pada ruangan di lantai atas. Bunyi gamelan yang indah memang sungguh menraik minat kami. Sayangnya, pertunjukkan wayang tersebut tidak dapat kami saksikan berhubung kami masih harus mengejar situs lainnya.
Yang menarik, selain koleksi wayang di museum ini, pengunjung dapat melihat prasasti nisan – nisan yang diperuntukkan bagi para pejabat VOC yang disemayamkan disini. Salah satunya yang paling terkenal tentu saja siapa lagi kalau bukan Jan Pieterszoon Coen alias J.P. Coen yang sangat tersohor dan terkenal itu. Prasasti-prasasti tersebut terletak di halaman belakang dengan taman yang sangat indah. Di sebelah kiri maupun kanan anda akan melihat sejumlah prasasti nisan pejabat VOC baik yang terkenal maupun tidak.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment