Apabil anda memutar dari arah Glodok menuju Mangga Dua melalui Jalan Lapangan Stasiun masuk ke Kali Besar 3 dan masuk jalan Pos Kota, anda akan menjumpai satu bangunan besar dan bagus di sebelah kiri anda. Gedung yang dipisahkan Jalan Ketumbar dengan gedung BNI 46 adalah salah satu museum yang dikunjungi pada saat Jelajah Kota Tua ini.
Museum yang diresmikan pada 1976 sebagai Balai Seni Rupa dan 1977 sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik dahulu digunakan sebagai pusat peradilan (Raad Van Justitie-1870). Hal ini tampak terlihat jelas dengan adanya sejumlah pilar besar yang menopang bangunan ini sebagai ciri khas mahkamah konstitusi. Dahulu, kantor wali kota jakarta Barat pernah ditempatkan di gedung ini sebelum dialihkan menjadi kantor dinas museum dan sejarah DKI dan menjadi museum menjelang akhir 1970-an.
Bangunan luas dan taman besar di depannya membuat suasana menyenangkan untuk dinikmati, terlebih adanya pohon – pohon besar yang tumbuh di taman depan Gedung ini. Beberapa koleksi yang dimasukkan dalam museum ini adalah lukisan-lukisan (kebanyakan dari Raden Saleh) dan koleksi gerabah, keramik, kendi, guci dan benda sejenis. Beberapa koleksi gerabah tersebut dipisahkan menurut daerah asalnya seperti Kasongan, Probolinggo dan lainnya. Beberapa benda pajangan seperti keramik China asal dinasti yang lalu pun turut mewarnai koleksi museum ini. Sayangnya, sehubungan dengan alasan keamanan, maka benda-benda yang dipajang disini hampir rata-rata merupakan benda replika, misalnya made in Bandung. Beberapa koleksi keramik lainnya tampak tidak utuh seperti yang anda dapat temukan di sebelah utara museum. Koleksi keramik dan porselen peralatan makan dari China ini ditemukan di sekitar Kali dan Laut dengan kondisi tidak utuh sehingga terpecah belah.
Suasana suram pun turut menyelimuti museum yang tampaknya lebih tepat dikatakan galeri ini. Sudut sebelah timur lebih difokuskan untuk lukisan saja sehingga anda yang kurang menggemari lukisan pastilah akan merasa lekas bosan karena sisi timur museum ini kebanyakan hanya memajang koleksi lukisannya saja. Beberapa benda pendukung seperti gerinda pembuat keramik, meja putar dan batu tendangan dapat disaksikan disini. Sayangnya, tidak ada workshop pembuatan keramik saat kami berkunjung kesini. Selain perlaatan pendukung, koleksi patung ukiran seperti totem atau arca Bali mewarnai sudut museum ini mulai dari yang berukuran pajangan meja hingga yang lebih tepat diletakkan di sudut ruangan saking besarnya. Seperti umumnya museum lainnya di Jakarta, museum ini tampak tidak terawat. Suasana sedih dan sepi menyelimuti bagian dalam museum. Hanya bagian depan museum yang tampaknya terawat dengan baik. Sisi dalam maupun ruang pamerannya tampak jarang tersentuh. Suasana dan pencahayaan yang kurang baik semakin menambah sedih suasana suram ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment