Museum Bank Mandiri

Inilah starting point sekaligus ending point kita. Seusai Bank Indonesia, kami kembali ke Museum Bank Mandiri. Museum Bank Mandiri dahulu bernama Nederlandsche Handel Matshappij mulai dibangun pada tahun 1929. semenjak jaman lampau, gedung ini memang sudah dipergunakan sebagai Bank. Anda dapat melihat suasana dalam Bank tersebut dan mengesankan kuat bahwa kegiatan perbankan sudah mendarah daging dalam gedung ini. Beberapa papan petunjuk seperti Verdieping, Suiker Bergcultuur Inspecteurs, dan Kas Afdeeling Bank Zaken Reiscredieten mengisyaratkan bahwa kegiatan perbankan sudah berlangsung lama disini.

Beberapa benda pajang yang menarik tersebar di aula utama gedung ini. Beberapa benda pajangan yang dapat disaksikan antara lain mesin tik tua, mesin atm tua, mesin cetak kartu, mesin kas, buku besar (Groot Boek), dan aneka brosur maupun peralatan perbankan lainnya sampai kipas angin antik. Salah satu ciri khas dari gedung ini adalah Ornamen Kaca Patri yang dal=pat anda jumpai sebelum anda naik ke lantai atas. Ornamen tersebut berceita tentang Cornelis de Houtman dalam perjalanan empat musim. Ornamen kaca patri tersebut sungguh indah walaupun keindahannya kurang dapat dinikmati dari jalanan depan sehubungan dengan perbaikan jalan di depan museum ini. Sehubungan dengan gedung yang dahulu digunakan oleh Bank Bumi Daya, Bank Exim, Bapindo dan Bank Dagang Negara sebelum dimerger menjadi Bank mandiri, maka anda akan menemukan banyak sekali brosur yang berkaitan dengan keempat bank tersebut disini dan dijadikan sebagai benda pajangan.

Arsitektur gedung ini bergaya art deco. Susunan ruangannya sedikit rumit, terutama dengan banyaknya lorong lorong yang tampaknya dapat menyesatkan. Ruang bagian atas digunakan untuk keperluan direksi. Terlihat disini beberapa ruangan seperti ruang tunggu, ruang temu direksi, ruang pajang uang, ruang merchandise Bank Mandiri, Toilet, bahkan ruang makan plus koleksi keramik porselennya. Ada pula salah satu ruang yang berisikan foto-foto seluruh direksi yang pernah menjabat di Gedung ini.

Lantai atas lagi berisikan perpustakaan. Berbeda dengan lantai di bawahnya, lantai ini tampak kurang terjamah. Yang sedikit menimbulkan sensasi tidak enak adalah adanya lubang-lubang ventilasi yang cukup besar dan bersambungan di seluruh penjuru gedung. Lubang-lubang ventilasi tersebut digunakan sebagai pencegah kelembaban udara. Sayangnya, lubang tersebut gelap dan tidak terlihat apa-apa. Kesannya menakutkan dibanding fungsional. Kata Pak Kartum, ada ruangan di dalam ventilasi tersebut yang cukup untuk digunakan berlari-larian. Beberapa benda pengiring seperti kerekan mewarnai ruangan-ruangan di lantai 3 ini. Beberapa kali terjadi pula pameran lukisan dan foto yang mengambil tempat di aula lantai 3 gedung ini. Jujur, kalau sendirian, saya sungguh tidak berminat mengunjungi gedung ini. Arsitektur dan susunan bangunan yang rumit sudah membuat jiper dengkul saya.

Dimanakah tangga lantai 4 berada? Ternyata terletak di ujung ruang pameran dan aula. Susunana tangga yang tidak simetris antara satu lantai dengan lantai lainnya juga menjadi ciri gedung ini. Lantai tertinggi ini memang sebenarnya diperuntukkan bukan untuk ditinggali namun sebagai lokasi kipas angin besar dan pelataran atap. Dari sini, anda dapat melihat Jakarta Kota dari ketinggian. Sungguh mengagumkan! Ada lagi satu bauh menara di atas pelataran ini yang dijadikan icon Museum Bank Mandiri. Namun sayang, tangga menuju menara tersebut sangat terjal dan orang yang naik harus antri bergantian dengan yang turun, saya memilih tidak ikut naik daripada terjebak mengantri menaiki menara tersebut.

Satu lantai lagi bukan berada di paling atas, namun berada di paling bawah yakni lantai dasar. Lantai dasar dijadikan tempat penyimpanan uang. Kalau di Museum Bank Indonesia ada pintu brankas tiruan, disini ada pintu brankas asli dengan ketebalan dinding 1 meter(tebal sekali!), anti api dan berat pintu sendiri mencapai 3,5 ton. Pintu brankas sendiri dirancang secara mekanik untuk peduli terhadap perhitungan waktu(terbuka secara otomatis) ataupun nomor sandi yang dapat dipergunakan untuk membuka pintu ini. Sayangnya, ruangan brankas yang besar tersebut sangatlah luas dan lebih berkesan mirip penjara karena banyak terali disanasini. Ada sejumlah pintu ventilasi yang (lagi-lagi) berisi ruangan gelap. Angat tidak nyaman dan pengap berada di ruangan tersebut. Tembusan dari ruang brankas tadi adalah ruang dengan banyak sekali brankas brankas tua yang tebal dan besar. Segala macam koleksi brankas maupun depoist box dapat anda temukan pada lantai dasar Bank ini.

Sama halnya dengan Museum lainnya, debu mewarnai koleksi dalam museum ini. Sayang sekali, peninggalan bersejarah tersebut kurang terawat. Dipadu dengan suram dan buruknya pencahayaan, semakin terpuruklah niat orang ingin berkunjung ke museum ini. Untung saja, Komunitas Jelajah budaya sering mengadakan acara dengan starting point di gedung ini. Setidaknya, ini dapat membantu dalam hal pengembangan museum ini.


0 komentar:

Post a Comment