Museum ini lebih dikenal dengan nama Museum Fatahillah karena apabila anda menyebut museum Sejarah Jakarta, maka tidak banyak orang yang mengetahui lokasinya. Museum ini terletak tepat di seberang Stasiun Jakarta Kota dan memiliki lapangan besar di depannya yang dikenal dengan sebutan Taman Fatahillah.
Pada jaman pendudukan Belanda dahulu, gedung ini dikenal dengan nama Stadhuis atau diIndoensiakan sebagai Kantor Balai Kota. Lapangan di depannya pun bernama Lapangan Stadhuis. Konon, bangunan ini adalah bangunan tertua di daerah ini karena diresmikan pada tanggal 1707, dimana bangunan lainnya baru diresmikan setelahnya.
Berfungsi sebagai Kantor Balai Kota, gedung ini mempunyai sejarah yang teramat panjang dan begitu kelam. Selain sebagai pusat pemerintahan Oud Batavia waktu itu, di depan lapangan ini sering terjadi pengalgojoan tawanan yang umumnya berupa budak-budak majikan Belanda. Yang paling umum terjadi adalah peristiwa pemenggalan kepala budak oleh algojo pada waktu itu. Pedang pengalgojoan tersebut masih tersimpan rapi dalam salah satu ruangan di dalam Museum ini. Pada jaman pendudukan belanda dahulu pula, museum ini memiliki lonceng besar di puncaknya. Lonceng ini sering dibunyikan dengan dentang sebanyak satu kali yang berarti akan diadakan pengalgojoan.
Memasuki ruangan museum, kita langsung akan merasakan atmosfer yang berbeda. Selain terasa disedot ke masa lampau, suram dan kurang terawatnya koleksi menjadikan suasana kurang begitu menyenangkan. Koleksi-koleksi dalam museum ini tersebar dalam beberapa lantai. Koleksi yang paling umum ditemukan adalah prasasti-prasasti yang umumnya dihasilkan oleh kerajaan Taruma Negara, tembikar asia maupun mancanegara, barang-barang peninggalan Stadhuis jaman dahulu seperti meja, lemari besar, brankas, cermin, backgammon, buaian bayi dan ranjang, perhiasan kristal, tabung dan labu erlenmeyer, dan lukisan potret diri pejabat berkuasa waktu itu. Beberapa benda tersebut hadir dengan arsitektur jaman itu yang sangat antik dan rumit. Menimbulkan sensasi mengerikan apabila melihat benda-benda tersebut dan membayangkan suasana yang terjadi pada jaman itu. Pedang pengalgojoan yang memakan banyak korban itu pun masih tersimpan rapi di salah satu ruang dengan pigura kayu jati dan dilapis kaca.
Koleksi lain yang dimiliki oleh Museum Fatahillah ini adalah adanya penjara bawah tanah lokasi penyekapan tawanan dan budak. Dalam ruangan yang sangat sempit tersebut konon pernah digunakan untuk menyimpan budak hingga 70 orang banyaknya. Sangat tidak terbayangkan bahwa kami yang berjumlah sekitar 10 orang saja sudah merasa sesak di dalam penjara tersebut, dan penjara tersebut digunakan untuk menyekap 70 orang tawanan dan budak. Sungguh mengerikan. Di dalam penjara terdapat beberapa ornamen khas seperti bola bola besi baik yang kecil maupun besar. Ruangan penjara sendiri sangat tebal dan dijeruji hingga dua lapis. Suasana suram dan menakutkan mewarnai kunjungan kami ke penjara tersebut. Kami segera berlalu menuju site berikutnya.
Di seputar taman yang terletak di dalam museum tersebut juga terdapat benda-benda pameran seperti Patung hermes atau dewa perdagangan yang konon dahulu terdapat di sekitar Lindeteves. Namun, kunjungan anda ke museum Fatahillah tidak boleh dilewatkan tanpa mendengerakan cerita dan menyaksikan Meriam Si Jagur, icon Museum Fatahillah.
Meriam Si Jagur ini memang fenomenal. Meriam ini terbuat dari sejumlah meriam kecil yang dilebur guna menjadi Si Jagur ini. Panjangnya sekitar 3,81 m dan di pangkalnya terdapat rupa tangan dengan jempol terjepit di antara telunjuk dan jari tengah. Bentuk yang demikian membuat kami bertanya-tanya dan menginterpretasikan maksud dari simbol tersebut. Ada yang bilang itu adalah simbol kejantanan laki-laki. Namun, pada pangkal telapak genggaman tangan tersebut gelang yang dapat dilogikan bahwa sang pemilik adalah perempuan, sehingga dicap sebagai lambang kesuburan. Pada jaman dahulu, banyak orang percaya bahwa meriam ini adalah sesuatu yang membawa berkah sehingga banyak orang datang membawa sesajen untuk diletakkan di meriam ini. Selain lambang kesuburan/kejantanan, meriam ini pun disangka sebagai lambang keberhasilan bisnis, kelanggengan jodoh dan garis keturunan. Oleh karena itu, banyak orang-orang yang ingin agar bisnisnya berhasil, ingin mendapat jodoh maupun ingin mendapat keturunan datang dan mengunjungi meriam ini. Untuk orang yang belum mendapatkan keturunan, bahkan ada cerita yang beredar bahwa keturunan akan didapatkan begitu kita menduduki lambang tangan terkepal di meriam tersebut. Sayangnya, informasi ini tidak lengkap sehingga tidak diketahui siapakah yang harus duduk di kepalan tangan tersebut, apakah sang suami/istri dan arah duduknya yang tidak disebutkan apakah ke arah depan searah dengan meriam atau kebalikan. cerita lain seputar meriam ini adalah meriam Si Jagur ini mempunyai kembaran dengan bentuk yang sedikit berbeda terutama di bagain fenomenalnya tersebut. Meriam satu lagi diperkirakan berada di Banten. Konon, apabila kedua meriam ini dipertemukan, dunia akan kiamat ceritanya. Seru yah?
Sayangnya, meriam ini baru-baru saja dimasukkan ke dalam lingkungan museum. Dahulu, meriam ini diletakkan di Lapangan Stadhuis sehingga banyak orang yang bermain-main dengan meriam ini dan duduk di atasnya sehingga kondisinya terlihat terbengkalai. Oleh atas permintaan masyarakat sekitar, meriam ini diangkut ke dalam museum dengan menggunakan forklift. Sayangnya pula, proses pemindahannya sendiri tidaklah dapat dikatakan gampang. Forklift tersebut terangkat ketika hendak memindahkan meriam ini saking beratnya. Untuk menyeimbangkannya, forklift tersebut diisi oleh 30 orang, barulah meriam tersebut bisa dipindahkan.
Beberapa benda yang terlihat biasa pun dapat ditemukan dalam lingkungan museum yakni warung biru yang sering kita lihat mewarnai sudut jalan di ibukota ini dan gerobak abang tukang bakso. Kenapa barang sebiasa itu ada di dalam museum? Jawabannya adalah benda-benda tersebut autentik milik Indoensia only dan tidak ada di tempat lain di dunia. Aneh dan bangga juga memiliki sesuatu yang unik dan autentik hanya ada di Indonesia.
Kini, museum yang diresmikan pada tahun 1974 ini semakin digemari terutama oleh kelompok pencinta budaya dan para fotografer. Mereka mencari bangunan tua yang arsitekturnya unik dan khas. Hal ini yang akan ditemukan pada museum Fatahillah ini. Tidak lupa, cerita menyeramkan seputar museum Fatahillah ini terutama pada saat malam hari juga mewarnai kunjungan ini. Tidak heran, atmosfer dan benda-benda peninggalan seakan memaksa kami semua berpikiran dan berparadigma demikian
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment