Selepas Museum Wayang, kami menyusuri trotoar (dahulu jalan Pintu Besar) menuju Museum Bank Indonesia. Ternyata, selepas menjadi trotoar, banyak sekali bangunan menarik yang dapat dinikmati di sepanjang Jalan Pintu Besar antara lain PT. Kerta Niaga, Balai Konservasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, dan lambang-lambang kota jajahan Belanda pada waktu itu seperti Lambang Amsterdam (Tanda silang berturutan), VOC (lambang singa perkasa) , Jakarta (Pedang dan lingkaran Halo), Semarang (dewi keadilan memegang pedang dan kendi) dan Surabaya (dilambangkan dengan buaya dan ikan hiu).
Selepas trotoar Pintu Besar menyebrang Jalan Bank, anda akan berjumpa dengan bangunan yang menjadi tujuan wisata berikutnya. Museum Bank Indonesia yang berdiri megah tepat di sebelah museum Bank Mandiri menjadi tujuan perhentian keempat untuk hari ini. Museum Bank Indonesia ini adalah bangunan yang paling baru dibandingkan dengan bangunan – bangunan lainnya. Dahulu, bangunan ini bernama Javasche Bank dan didirikan pada tahun 1909. Museum Bank Indonesia ini adalah bangunan yang paling baru dibandingkan dengan bangunan – bangunan lainnya. Dahulu, bangunan ini bernama Javasche Bank dan didirikan pada tahun 1909. Perluasan bangunan dilakukan hingga 1937. apabila anda melihat situasi dan interior dalam bangunan maka anda akan mengerti mengapa Museum ini adalah museum yang paling baru dibandingkan dengan gedung-gedung lainnya yang berumur beratur-ratus tahun.
Museum ini memang tidak menawarkan banyak benda koleksi, namun keindahan arsitekturnya dapat dijadikan target perhatian. Diliputi dengan air conditioner, bekunjung di museum ini memang paling nyaman dibandingkan dengan museum lainnya. Benda – benda koleksi yang ada dalam bangunan ini kebanyakan seputar urusan ekonomi mulai dari uang, proses dan fakta – fakta yang menyertainya. Pada sisi utara, terdapatlah ruang pamer utama yang berisi sejarah panjang perkembangan uang, perekonomian dan Bank Indonesia di Indonesia ini. Yang unik dari ruang pajang ini adalah desain dan benda-benda yang dipamerkannya. Desain minimalis modern mewarnai ruangan Bank Indonesia ini, sangat berbeda dengan museum-museum lainnya yang sudah kita kunjungi sebelumnya. Pengelolaannya pun terlihat lebih profesional dan rapi dibanding dengan museum sebelumnya yang tampak kurang terawat. Disana sini terdapat petugas maupun staff yang akan senang hati melayani maupun memandu jalannya wisatawan. Beberapa benda panjangan yang unik adalah adanya diorama kasir Bank pada jaman dahulu, kotak-kotak fakta tentang uang dan bisa dibuka (berisikan fakta lucu dan unik mengenai uang), ruang pajang tentang perpindahan manusia pada jaman kolonialisme dahulu (bahkan ada berkarung-karung biji kopi disini!). sejarah panjang Bank Indonesia pun dapat dibaca pada dinding yang meliputi seluruh area pamer ini.
Atraksi lainnya terletak di sebelah selatan museum ini. Area yang dikenal dengan nama Numismatic alias pameran uang dari segala jaman. Dalam ruangan yang sedikit temaram ini, anda dapat menyaksikan banyak sekali informasi mengenai urang dari jaman ke jaman terutama di Indonesia. Berbagai pecahan terbatas yang diedarkan bank Indonesia, mulai dari koin hingga uang kertas pun dapat disaksikan disini. Uang Indonesia mulai dari jaman penjajahan Belanda, jepang, hingga masa sesudah kemerdekaan hingga sekarang dapat ditemui pula disini, tak lupa saalah satu masa paling menarik dalam sejarah uang kita yakni tahun 1960-an yaitu peiode Gunting Syariffudin dimana uang yang beredar pada masa itu dipotong 2 guna menyelamtkan negara dari inflasi yang sangat tinggi, yakni 650%! Potongan tersebut dijadikan sebagai alat pembayaran dan potongan lainnya dijadikan obligasi. Penurunan pecahan 1000 menjadi 1 rupiah pun terjadi pada masa ini. Belajar sejarah tentang perekonomian menjadi lebih menarik dengan hal ini. Desain ruangan Numismatik ini pun dibuat semenarik mungkin. Selain ruangan temaram, pintu masuk menuju ruang pamer ini dibuat seperti pintu brankas besar (kalau pernah melihat gudang uang paman Gober, mungkin anda akan membayangkan itu disini)
Sesudah melihat koleksi numismatik, kami keluar menuju toko souvenir, disini ada berbagai pajangan berupa loket kasir jaman dahulu, benda-benda khas BI dan sebagainya. Tak lupa adalah pintu putar jaman dahulu yang berat. Hati-hati, jangan sampai terjepit disini. Kunjungan ke Museum Bank Indonesia tidak akan lengkap sebelum menyaksikan atraksinya yang sangat unik ini dan belum tentu ada di tempat lain. Ruang utara sebelum menuju teater merupakan ruangan dengan sensor cahaya. Dalam ruangan ini, anda akan melihat koin-koin besar berjatuhan dari langit dalam bentuk 3D. Yang anda patut lakukan adalah mengurung uang-uang itu dalam bayangan anda. Misalnya anda membuat perangkap dengan mempertemukan tanagn kiri dan kanan anda di atas kepala anda, dengan uang yang sudah anda perangkap dalam lingkaran bayangan tersebut. Setelah sekian detik, uang tersebut akan berhenti dan memunculkan informasi tentang tahun penerbitannya, bahan dan nilai nominalnya. Jadi, ruangan ini dikhususkan untuk mengetahui informasi lebih detail mengenai uang-uang logam Indoensia yang pernah beredar(namun tidak semua uang ditampilkan disini). Bingung? Kalau bingung, jangan khawatir, ada petugas yang akan menjelaskan cara menggunakan atraksi ini.
Selepas bermain-main dengan uang 3D, selanjutnya kami menuju teater Bank Indonesia. Disini, kita akan belajar mengenai hal-hal bidang perekonomian dengan gaya jenaka dan anak-anak sehingga diharapkan anak-anak sekalipun memahami tentang perekonomian. Ceritanya adalah si Edu, sebuah Apel yang berteman dengan Abi. Mereka berpetualang demi menghindari si ulat jahat perusak apel. Dalam petualangan, mereka akan terlibat dalam beberapa kegiatan yang membutuhkan uang, seperti saat Abi ingin membeli es kelapa. Beberapa hal lain yang mudah untuk dijelaskan dan tidak sukar dicerna adalah mengenai inflasi (sayang, tidak ada penjelasan mengenai deflasi!), kliring, kegiatan Bank umum, simpan dan pinjam, kegiatan Bank Indonesia, percetakan uang dan siklus uang.
Terus terang, dibandingkan museum lain memang museum Bank Indonesia ini yang paling sedikit memiliki koleksi. Namun, keunikan dan kenyamanan museum ini justru mendapatkan porsi tertentu dari masyarakat. Kegiatan berwisata yang nyaman seperti ininmungkin dibutuhkan oleh masyarakat banyak yang berstereotipe bahwa museum adalah gedung dengan kumpulan benda kotor dan berdebu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment