"Pulang ke kotamu" mewarnai perjalanan saya dari Solo menuju Yogya dengan kereta Prameks seharga 7000 rupiah. Yap, saya sedang menuju Yogyakarta untuk pertama kalinya dalam hidup saya. Tujuannya? Tentu saja wilayah paling terkenal seantero Yogya yakni Jalan Malioboro.
Kereta menuju Yogya dari Solo dilayani dari beberapa Stasiun, namun saya memilih naik dari Stasiun Solojebres, dimana dekat dengan tempat penginapan saya. Hal yang sungguh berbeda antara kereta di Jakarta dengan kereta di Jawa, seperti contohnya Solo-Yogyakarta adalah kereta menjadi salah satu komoditas publik dan semua orang tampaknya senang menggunakan kereta. Tambahan lagi, bagian dalam kereta tampak sangat terawat dan rapih serta orang tidak berjejal apalagi sampai menaiki gerbong kereta guna pergi ke suatu tujuan. Sangat tidak manusiawi! Apabila keretanya terawat seperti di Solo, dengan senang hati saya akan naik kereta kemanapun saya pergi di Jakarta.
Perlu diketahui bahwa perjalanan menuju Yogyakarta dari Solo selain dengan kereta api, anda dapat menaiki bus dengan pilihan turun di Klaten untuk menikmati Prambanan. Namun, berhubung waktu yang terbatas, maka saya memilih Kereta Api seharga 7000 rupiah. Terlebih, kereta datang setiap hampir setengah jam sekali, sungguh memudahkan penumpang.
Kereta yang saya naiki bukanlah kereta baru. Namun, yang menyenangkan, kereta ini bentuknya seperti bus, jadi semua kursi menghadap ke depan. Sedikit berbeda dengan kereta kereta yang biasa saya naiki di Jakarta. Kereta yang berangkat pada pukul 8.35 pagi ini akan bertolak terlebih dahulu ke Palur, ujung paling timur dari lajur ini sebelum kembali lagi menuju Solojebres, Purwosari, Klaten, Lempuyangan dan terakhir Tugu di Yogyakarta, tempat saya akan turun nantinya. Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, sepenuh-penuhnya isi penumpang kereta, terutama mahasiswa yang kuliah di Yogyakarta, semuanya nampak rapih dan teratur. Tidak ada saling desak-desakan ataupun berbuat yang aneh-aneh seperti menaiki atap gerbong.
Kurang lebih hampir pukul 10, saya sampai di Yogyakarta. Tentu, kamera sudah siap di tangan untuk mengabadikan bahwa saya telah berkunjung ke kota ini. Tak dapat dipungkiri, selepas keluar dari stasiun, banyak sekali objek-objek menarik yang dapat difoto, antara lain rupa stasiun Tugu sendiri, tugu jam, gerbang Yogyakarta Kota Wisata, rel kereta yang tiba-tiba menyeruak ke jalan raya, dan tentunya Jalan Malioboro!
Jalan Malioboro adalah Jalan Raya dengan Jalur cepat dan jalur Lambat membentang dari arah utara, tepat dari Stasiun Tugu menuju ke arah selatan. Di sisi kanan kiri jalan ini, anda bisa melihat deretan toko-toko yang menjual berbagai pernah pernik belanja, dan terutama oleh-oleh. Sebut saja toko baju, toko kerajinan, toko barang antik, toko makanan dan lainnya. Di samping itu, terdapat Hotel seperti hotel Inna, Mall Malioboro, dan Toko kerajinan tangan seperti Mirota Batik dan tentu saja Dagadu Djogja!
sampai di Yogya siang hari tentu berbeda dengan suasana Yogya Malioboro pada malam hari. Konon, di malam hari, penjual makanan akan memenuhi kanan dan kiri jalanan dan barulah anda merasakan spirit of malioboro yang sesungguhnya. Di siang hari, kanan dan kiri jalan dipenuhi oleh para pedagang kaus dan pakaian terutama yang khas Yogya, perhiasan etnik seperti kalung, gelang, cincin,kerajinan tangan dan benda oleh-oleh dan tentunya cemilan khas Yogya seperti Bakpia Pathok yang terkenal itu, juga lanting, getuk, semar mendem, dan macam macam angkringan.
Jalan Malioboro yang terkenal ini memang membentang hingga Monumen Serangan Umum 1 Maret. Jalan ini akan sangat mudah dikenali, terutama dengan adanya hiasan gunungan yang berjejer di tengah-tengah jalan. Di sebelah monumen, anda dapat berkunjung ke salah satu benteng bekas peninggalan Belanda yang sudah cukup tua yakni Benteng Vredeburg.
Inilah Jiwa dari Yogya, bahkan ada ungkapan, belum ke Yogya jika anda belum ke Malioboro. Anda dapat dengan mudah menikmati berbagai panggung kehidupan di Jalanan, mulai dari para penjaja makanan, pakaian, hingga sopir taksi ataupun abang becak. berbagai jenis makanan akan tampak menarik minat anda terutama yang dijajakan di kiri dan kanan jalan.
Sebagai informasi, Jalan Malioboro ini terkenal dengan copetnya. bukan bermaksud untuk menakut-nakuti, namun sebaiknya anda tetap berhati-hati dan waspada serta mengusahakan agar barang bawaan diletakkan di depan dan dalam satu area pengawasan jadi lebih mudah untuk diawasi. Satu hal lagi yakni beberapa atau bahkan hampir semua abang becak yang berada di Malioboro akan tampak sangat mengganggu terlebih bila anda memutuskan untuk berkeliling Malioboro dengan berjalan kaki. Walaupun niat mereka baik, bahkan terkadang ada yang sampai banting harga hingga 3000 rupiah untuk mengantar dari Tugu ke Benteng dan Tamansari, mereka akan cukup menganggu dan memaksa anda hingga anda naik becak mereka. Beberapa dari mereka bahkan terlalu ramah ke turis sampai memberikan informasi tempat wisata dan lainnya hingga anda tak enak hati dan naik becak mereka. Memang bagus untuk wajah pariwisata, namun untuk turis yang memilih berjalan kaki untuk menikmati Malioboro, maka ini akan jadi preseden yang buruk. Sedikit saran, apabila anda memang tidak tertarik sama sekali, jangan tunjukkan ketertarikan ataupun berbicara dengan mereka. Cukup katakan terima kasih sambil berlalu agar mereka mengerti bahwa anda benar-benar tidak menginginkan untuk menggunakan jasa mereka.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment